Assalamualaikum,
Sinopsis dari buku Kecil-kecil Jadi Dai oleh Dwi Fahrial:
Besok gede mau jadi apa?" tanya seorang guru kepada murid-muridnya. Waaaa... sudah bisa ditebak, jawabannya pasti ramai, bising, dan penuh percaya diri. Ada yang bilang jadi presiden, dokter, arsitek, editor, atau malah... tukang jaga mercusuar. He... he... buat generasi muda Muslim, cita-cita selangit itu tidak boleh jadi satu-satunya pilihan. Karena, selain berusaha menjadi orang terbaik di dunia, kita juga harus meneruskan tugas Rasulullah Saw. sebagai penyeru syiar Islam di dunia. Caranya? Jadi dai! Trus gimana dong? Kita kan masih cetek ilmu agamanya? Buat sendiri aja masih suka bingung, masa mo ngedakwahin orang lain? Jangan menyerah dulu, baca buku ini! Kalian bakalan pede buat berdakwah. Dengan paparan sederhana, tapi berbobot disertai teknik-teknik dakwah yang dilengkapi seabrek pengalaman, buku ini menjelaskan banyak hal seputar pembentukan sosok dai-dai kecil. Gimana? Menarik, kan?
Sempat membeli buku ini di Bandung dua tahun lepas, tetapi alhamdu lillah, baru minggu lepas sempat tergerak hati untuk membaca. Memang sebuah buku yang cocok untuk semua lapisan dai, tidak semestinya untuk remaja dan kanak-kanak sahaja. Kita yang dewasa pun termotivasi untuk menjadi orang yang hebat dan pantas membuahkan ide untuk pointer-pointer galakan menjadi duat buat anak-anak remaja.
Teringat salah satu kata dari shuyukh kita apabila mengupas ayat al-Qur'an, "qu anfusakum wa ahlikum nara", hendaklah kita mempersiap siaga dan memelihara diri dan keluarga kita dari api neraka. Soalnya, menjaga anak-anak kita dari azab api neraka bermula bila? Sewaktu umurnya satu tahun, lima tahun, atau tika meniti usia baligh?
Buat generasi Y dan generasi yang seangkatan dengan saya, dan juga generasi-generasi terdahulu, pasti kita semua akan akui betapa pantasnya anak-anak kita membesar. Tup tup dah besar panjang sudah anak kita. Nah, bila dia sudah besar ini, sudah memasuki alam 'toddler', kemudian alam kanak-kanak, bertadika, bersekolah, seterusnya alam remaja, baru kita sedar bahawa aspirasi hidup kita sebagai daie, misi dan visi kita sebagai orang hebat (lil muttaqeena imaama) untuk merubah dunia ke arah penegakan hukum-hukum Allah rupa-rupanya tidak dimiliki oleh anak-anak kita.
Saya perhatikan pembesaran anak saya, juga anak-anak ikhwah dan akhawat yang lain, dan membayangkan mampukah mereka memimpin masa depan tika kita sudah tiada, mampukah mereka menghafal al-Qur'an 30 juzu' (bukan juzu' 30) seperti yang kita idam-idamkan, bersekolah di sekolah ikhwah akhawat yang para mu'alliminnya ikhwah kita, memilih untuk tidak mendengar lagu-lagu hiburan, memilih untuk tidak terlibat dengan pergaulan bebas, memilih untuk berkahwin dengan ikhwah akhawat yang sefikrah ^__^
Saya tahu ramai ikhwah dan akhawat akan berkata, "rileklah shaykh, anak enta kecik lagi". Namun ana toleh ke kiri dan ke kanan, memperhatikan nasib ikhwah akhawat yang kurang bernasib baik kerana anak-anak mereka hadapi cabaran yang teramat hebat untuk memegang aspirasi kita, ana katakan kepada generasi ana, ayuh kita mulakan dari sekarang untuk menjadikan anak-anak kita bercita-cita hebat untuk merubah dunia, sepertimana cita-cita generasi kita dan generasi-generasi yang terdahulu.
~ Dari saudaramu yang juga masih tertatih dan 'struggle' mendidik anaknya sendiri, 'Umar Abdul Aziz yang berumur 2 tahun 9 bulan, yang kekadang nakal, tetapi alhamdu lillah sudah hafal surah Al-Fatihah, An-Naas dan Al-Ikhlas.
0 comments:
Post a Comment